Hukum Adat Di Indonesia Dalam Pandangan Para Ahli Dan Konsep Pemberlakuannya di Indonesia
Jurnal Selat
View Publication InfoField | Value | |
Title |
Hukum Adat Di Indonesia Dalam Pandangan Para Ahli Dan Konsep Pemberlakuannya di Indonesia
|
|
Creator |
Arliman, Laurensius
|
|
Description |
Sebelum VOC datang, Indonesia menggunakan hukum adat sebagai hukum positif di daerah nusantara, ditaati dan dilaksanakan sebagai suatu adat kebiasaan, secara turun temurun dihormati oleh masyarakat sebagai tradisi bangsa. Masuknya VOC ke Indonesia, masyarakat asing mulai memberi perhatian terhadap hukum adat. Pada masa ini Hukum Barat (Belanda) mulai digunakan walaupun pada awalnya hanya digunakan untuk daerah pusat pemerintahan Kompeni sedangkan untuk daerah yang belum dikuasai dapat menggunakan hukum adat mereka atau bagi yang mau tunduk pada hukum Belanda diperbolehkan. Hukum adat dipakai sebagai sinonim hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legeslatif, hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan hukum negara (Parlemen, Dewan Provinsi dan seterusnya), hukum yang timbul karena putusan-putusan hakim, hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan dalam pergaulan hidup, baik di kota-kota maupun di desa-desa. Hukum adat yang dikondisikan sebagai solusi kekosongan hukum disyaratkan sebagai hukum yang tak bertentangan dengan perundang-undangan. Hukum adat memiliki fungsi dan tujuan yang sama dengan hukum posisif Indonesia, yaitu untuk keadilan, pengendalian sosial, mengusahakan kebaikan sebagai tujuan bersama. Hukum adat keberadaanya telah diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia yang disepakati oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai salah satu hukum yang resmi. Serta dapat digunakan secara resmi di masyarakat, di samping penggunaan hukum dan peraturan yang di buat oleh pemerintah.
Before the VOC came, Indonesia used customary law as a positive law in the archipelago, adhered to and implemented as a custom, hereditary respected by society as a nation tradition. The entry of VOC into Indonesia, foreign society began to pay attention to customary law. At this time the Western Law (Dutch) began to be used although initially only used for the central government area of the Company while for areas that have not mastered can use their customary law or for those who want to submit to Dutch law is allowed. Customary Law is used as a synonym of law not written in legeslative regulation, law living as a convention in state legal bodies (Parliament, Provincial Council and so on), laws arising from judges' rulings, living laws as customary rules maintained in the association of life, both in cities and in villages. Customary law conditioned as a solution to legal vacuum is required as a law that is not contrary to legislation. Customary law has the same function and purpose as Indonesia's positive law, that is for justice, social control, striving for good as a common goal. The customary law of its existence has been officially recognized by the Indonesian government as agreed by all Indonesian people as one of the official laws. And can be used officially in the community, in addition to the use of laws and regulations made by the government. |
|
Publisher |
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji
|
|
Date |
2018-08-11
|
|
Type |
info:eu-repo/semantics/article
info:eu-repo/semantics/publishedVersion Peer-reviewed Article |
|
Format |
application/pdf
|
|
Identifier |
http://ojs.umrah.ac.id/index.php/selat/article/view/320
10.31629/selat.v5i2.320 |
|
Source |
Jurnal Selat; Vol 5 No 2 (2018): JURNAL SELAT; 177-190
2579-5767 2354-8649 10.31629/selat.v5i2 |
|
Language |
ind
|
|
Relation |
http://ojs.umrah.ac.id/index.php/selat/article/view/320/367
|
|
Rights |
Copyright (c) 2018 Jurnal Selat
http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0 |
|